Pembangunan 1 twin blok Rusunawa yang dimulai Oktober 2010 di Kota Bantaeng, ibukota Kabupaten Bantaeng dengan
biaya Rp 15 miliar, direncanakan akan rampung Mei 2011 nanti. Rumah
Susun Sederhana Sewa yang dapat menampung 96 Kepala Keluarga tersebut
diperkirakan nantinya akan merupakan Rusunawa termahal di Indonesia.
Pasalnya,
selain lokasinya berada sekitar gerbang Pelabuhan Bantaeng, bangunan
berlantai lima yang diperuntukkan bagi buruh pekerja pelabuhan ini
menghadap langsung hamparan Laut Flores yang indah. Layaknya seperti
bangunan-bangunan hotel mewah yang ada di kota-kota wisata kelas dunia
yang ber-view pantai.
‘’Kami
masih berencana menambah pembangunan dua twin blok Rusunawa untuk para
buruh dan masyarakat swasta lainnya yang ada di kota ini. Lokasinya,
masih di sekitar pantai pelabuhan tersebut,’’ kata Bupati Bantaeng
HM.Nurdin Abdullah.
Model
pembangunan rumah susun bagi warga kebanyakan di Kota Bantaeng, menurut
Nurdin Abdullah merupakan pilihan ke depan dalam rangka menyiasati
pengembangan kota di lahan terbatas tanpa harus menggusur lahan-lahan
pertanian yang potensial. ‘’Sama seperti pilihan model kita untuk
membangun sejumlah infrastruktur perkotaan dengan merevitalisasi
sejumlah lahan pantai di Bantaeng,’’ katanya.
Sebelum Rusunawa tersebut dibangun, melalui Program The New of Bantaeng
yang dicanangkan Nurdin Abdullah setelah dilantik 6 Agustus 2008
sebagai Bupati Bantaeng, sejumlah pantai dengan begitu cepat telah
direklamasi guna meluaskan wilayah sembari menata Kota Bantaeng menjadi
kota pantai yang indah.
Letak
geografis, memang, memungkinkan Kota Bantaeng berkembang utuh menjadi
sebuah Kota Pantai. Betapa tidak, kota yang wilayahnya membentang
sepanjang 22 km arah timur – barat dengan lebar tak lebih dari 5 km, di
sisi selatannya semua berbatasan langsung dengan Laut Flores. Sedangkan
di bagian barat dibatasi barisan pegunungan Lompobattang yang
berketinggian hingga 2000 dpl, menyebabkan Kota Bantaeng sebagai kota
pesisir yang spesifik karena senantiasa berhawa sejuk.
Indahnya
Kota Pantai Bantaeng sudah mulai terlihat sekarang ini. Selain
jalanan-jalanan kota yang sudah ditata apik, dilebarkan beraspal hotmix
dan dilengkapi drainase. Pantai kota sepanjang sekitar 22 km yang
membentuk bulan sabit sudah ditata dengan tanggul beton berpedestrian,
dibersihkan dari bangunan-bangunan yang menghalangi pemandangan samudera
lepas view indah Laut Flores.
Rasanya,
belum ada kota di dunia menyamai Kota Bantaeng yang memiliki pantai
terbuka sepanjang sekitar 22 km. Lampu-lampu mercury yang telah dipasang
sepanjang pesisir pantai membuat Kota Bantaeng seolah tak pernah tidur, hidup siang dan malam. Berbagai pelayanan dasar, fasilitas dan utilitas yang dibangun saat ini telah memberikan nuansa kuat Bantaeng sebagai sebuah kota
Di
ujung timur pantai kota telah dibangun obyek wisata pantai Marina
Korongbatu seluas lebih dari 5 ha yang dilengkapi sarana wisata pantai,
termasuk tempat peristrahatan, tempat ibadah dan pasar rakyat
tradisional yang higenis. Dari sini dapat disaksikan perguliran matahari
senja (sunset) yang
spektakuler. Sedangkan di ujung barat pantai kota yang telah ditata
sebagai gerbang masuk Kota Bantaeng dengan jalan dua jalur, di pagi hari
menjadi tempat menarik menyaksikan panorama matahari terbit (sunrise).
Sejumlah
orang yang telah berkunjung ke Bantaeng menyatakan, selama sekitar dua
tahun lebih Bupati Nurdin Abdullah meminpin jalannya pembangunan,
pemerintahan dan urusan kemasyarakatan di Kabupaten Bantaeng, dinamika
yang terlihat Kabupaten Bantaeng saat ini terkesan kuat sedang bergegas
untuk mengubah diri menjadi sebuah kota.
‘’Kita
sedang menanti lahirnya sebuah kota baru di selatan Sulawesi Selatan,
setelah Kota Makassar, Kota Parepare, dan Kota Palopo,’’ komentar
seorang pengusaha setelah menjajaki peluang usaha di Kota Bantaeng.
Alasan
yang disodorkan, selain pembangunan infrastruktur yang telah dan
berencana dihadirkan untuk memacu potensi daerah bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakatnya. Ada konsep pemikiran kuat dari Bupati
Nurdin Abdullah untuk menjadikan Bantaeng, selain sebagai daerah
penghasil tanaman pangan dan hortikultura yang handal di Sulsel
sebagaimana sudah disandang selama ini. Juga berupaya mengahdirkan
berbagai infrastruktur, sarana maupun prasarana pelayanan jasa maupun
industri yang dapat mencakup lintas kabupaten.
Pembangunan
Resi Gudang yang dapat menampung sampai 900 ton bahan komoditi hasil
pertanian, misalnya. Latar pemikirannya, tak hanya untuk mengamankan hasil komoditi petani dari Kabupaten Bantaeng ketika harga anjlok, tapi juga siap menampung komoditi dari daerah tetangga.
Resi
Gudang di Bantaeng yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes)
Bantaeng terbuka menampung komoditi petani saat harga anjlok seperti
ketika musim panen. Bumdes kerjasama perbankan memberi 70 persen dari
nilai jual normal sambil menanti harga jual normal di pasaran umum.
Selebihnya 30 persen diberikan saat produk dijual pada harga normal.
Kehadiran
kilang isi ulang gas di Bantaeng saat ini, pelayanannya mencakup
beberapa kabupaten di wilayah selatan Provinsi Sulsel. Pembangunan rumah
sakit modern 8 lantai di areal sekitar 5 ha pantai Kota Bantaeng yang
telah direvitalisasi saat ini, jika selesai pelayanannya tentu saja pun
akan bersifat lintas kabupaten. Apalagi peralatan rumah sakit yang
bersumber dari bantuan Pemerintah Jepang bernilai Rp 50 miliar tersebut
benar-benar modern, belum dimiliki rumah sakit lainnya. Peralatan laser
mata untuk rumah sakit ini, misalnya, belum dimiliki oleh RS Regional
DR.Wahidin di Makassar. Tak heran, jika peralatan itu kini dipinjamkan
ke RS regional di kawasan timur Indonesia tersebut sambil menanti
selesainya pembangunan fisik RS modern di Kota Bantaeng.
Kegigihan
Bupati Nurdin Abdullah sejak di awal-awal masa jabatan untuk
menghadirkan investor besar mengolah hasil-hasil produk pertanian ke
Bantaeng, juga dinilai banyak pihak mempunyai konsep regional. Seperti
dengan kehadiran industri pengolahan ikan sejak tahun 2009 di Bantaeng,
bahan bakunya tak hanya dari Kabupaten Bantaeng dan wilayah lain di
Provinsi Sulsel tapi berdatangan dari sejumlah provinsi di kawasan timur
Indonesia.
Program
pengembangan berbagai komoditi pertanian di Kabupaten Bantaeng yang
dikaitkan industri pengolahan dan kemampuan menerobos jaringan pasar
yang luas, kini telah mengubah wawasan masyarakat Kabupaten Bantaeng
yang tadinya kental mendesa menjadi berpikiran masyarakat perkotaan.
Berpuluh jenis komoditi Bantaeng kini sudah mampu memberi nilai tambah
setelah diolah menjadi snack yang menerobos sampai supermarket di Kota Makassar.
Upaya
Pemkab Bantaeng yang saat ini begitu keras untuk menjadikan Pelabuhan
Bantaeng sebagai pelabuhan kapal penumpang, barang dan sebagai pelabuhan
kontainer, dinilai banyak pihak akan mempercepat dinamika perkembangan
Kabupaten Bantaeng berubah menjadi sebuah kota baru, kota pantai yang
berbasis agro di Provinsi Sulsel.
Lebih
dari itu, Kota Bantaeng berpotensi kuat menjadi Kota Wisata Pantai
spesifik lantaran dikelilingi banyak obyek wisata tirta dan alam
pegunungan menawan nan sejuk. Berpuluh obyek wisata tirta hanya berjarak
antara 5 hingga 10 km dari garis pantai Kota Bantaeng, seperti air
terjun Sungai Balo, air terjun Bantimurung, dan Mata Air Ere Merasa.
Belum lagi keindahan alam pegunungan yang memagar sisi utara Kota
Bantaeng yang menjadi sumber penghasil terbesar buah-buahan dan
sayur-mayur di Provinsi Sulsel selama ini merupakan obyek alami wisata
agro yang dinamis.
Rencana
pembangunan sebuah hotel berbintang tiga tahun ini di Kota Bantaeng,
sudah tentu akan merekomendir kota ini menjadi Kota Tujuan, bukan hanya
sebagai kota lintas wisata seperti selama ini.
Setelah Bantaeng dianugerahi ‘Adipura’ tahun 2010 lalu, banyak pihak menjulukinya sebagai ‘Butta Toa’ yang Small is beautiful – Kota Tua yang kecil tapi indah. Yaa…
Bantaeng merupakan daerah yang terkecil wilayahnya di antara 23
kabupaten/kota di Provinsi Sulsel. Luas wilayahnya hanya sekitar 539
ribu km bujursangkar. Terbagi atas 8 kecamatan berpenduduk sekitar 168
ribu jiwa.
Namun
begitu, Bantaeng sudah diperhitungkan sebagai wilayah niaga sejak masa
Kerajaan Majapahit. Kota ini pun sudah dipilih sebagai pusat
pemerintahan kolonial Belanda sejak tahun 1700-an.
‘’Sejak dulu daerah ini sudah merupakan wilayah maju. Spirit itu yang berupaya kita raih kembali melalui pembangunan The New of Bantaeng –
Bantaeng Baru yang maju, aman, dengan rakyatnya yang sejahtera,’’ kata
Bupati Nurdin Abdullah dalam berbagai kesempatan bertemu dengan
masyarakat.
Inkam
per kapita masyarakat Bantaeng saat ini sudah bergerak naik menjadi
sekitar Rp 9 juta, dari hanya Rp 5 juta pada tahun 2007. Sedangkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bantaeng yang hanya Rp 13 miliar
pun sudah terpacu naik menjadi Rp 16 miliar tahun 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar