Berada
di ketinggian antara 600 hingga 1300 m dari atas permukaan laut (dpl),
Kecamatan Ulu Ere sejak dulu dikenal sebagai wilayah penghasil berbagai
jenis sayuran dataran tinggi, seperti kol, wortel, buncis dan kentang di
Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan.
Menurut catatan pihak Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantaeng, di Kecamatan Ulu Ere terdapat sekitar 580 ha
lahan milik petani yang ditanami kentan setiap tahun, 620 ha untuk
tanaman kol/kubis, 37 ha untuk sawi, 544 ha untuk wortel , 78 ha untuk
buncis, 340 untuk bawang merah, dan 98 ha bawang daun.
Ketua
Gapoktan Loka, Jabbar (35) yang ditemui beberapa waktu lalu di Desa
Bonto Marannu, ibukota Kecamatan Ulu Ere, menyebut tingkat kesuburan
tanah di wilayahnya cukup baik.. Dia memberi contoh, produksi tanaman
kentan saat ini dapat mencapai 15 ton/ha, kol 25 ton/ha, wortel 30
ton/ha, bawang merah 25 ton, dan sawi juga mencapai sekitar 25 ton/ha.
‘’Hasil
sayur-mayur petani Ulu Ere selain dipasarkan di wilayah Sulawesi
Selatan, juga sejak lama sudah punya langganan tetap dengan sejumlah
pedagang sayuran di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Timur,’’
katanya.
Masyarakat
petani sayur mayur di wilayah kecamatan ini tampak kian bergairah
ketika Pemerintah Kabupaten Bantaeng dalam kepemimpinan H.Nurdin
Abdullah menetapkan wilayah Ulu Ere sebagai Kawasan Pengembangan Agro
Wisata di Kabupaten Bantaeng.
Keseriusan
Pemkab terlihat selain membenahi lokasi outbond di Loka Camp Ulu Ere
dengan menghadirkan tempat penginapan bagi pengunjung. Juga dilakukannya
perbaikan jalanan sepanjang 25 kilometer dari Kota Bantaeng, ibukota
Kabupaten Bantaeng hingga ke kawasan agro wisata paling puncak di
Lannying (1450 dpl) Kecamatan Ulu Ere.
Dengan
bermobil dalam tempo perjalanan sekitar 30 hingga 40 menit dari Kota
Bantaeng, sudah bisa sampai di lokasi dimana kita dapat menikmati
kesejukan halimun pegunungan sembari memandang keindahan
alam tiga dimensi — pegunungan, dataran dan hamparan Laut Flores yang
memesona di depan Kota Bantaeng.
Di
wilayah ketinggian dengan suhu harian antara 16 hingga 28 derajat
Celsius ini, masyarakatnya pun kini telah diperkenalkan dengan sejumlah
tanaman buah-buahan bernilai ekonomis tinggi, seperti appel dan
strawberry. Untuk keberhasilan pengembangan tanaman buah-buahan
tersebut, sebelumnya sejumlah petani dari Ulu Ere telah diboyong oleh
Pemkab Bantaeng melakukan studi banding ke berbagai wilayah penghasil
tanaman buah-buahan di Pulau Jawa.
Masih
di Kecamatan Ulu Ere, pihak Balai Benih Hortikultura Dinas Pertanian
dan Kehutanan Kabupaten Bantaeng kerjasama pihak Koica Korea, sejak
tahun lalu berupaya mengenalkan sekaligus mengembangkan berbagai jenis
tanaman bunga-bungaan yang bernilai tinggi di pasaran, seperti anggrek
tanah, serta berbagai jenis anggrek lokal maupun anggrek spesifik
lainnya, tanaman bunga mawar, bunga sedap malam, garbera dan granium.
‘’Kami
senantiasa berupaya terutama untuk dapat membantu masyarakat petani di
Bantaeng agar hidup sejahtera keluar dari garis kemiskinan dengan
kemampuan mengolah dan memanfaatkan setiap potensi sumberdaya alam di
sekitarnya,’’ ujar Bupati H.Nurdin Abdullah dalam suatu perbincangan.
Orang
nomor satu di daerah yang berjuluk ‘Kabupaten Butta Toa’ ini menekankan
tidak akan memberikan ijin investor dari manapun untuk membangun hotel
atau penginapan di kawasan agro wisata Ulu Ere. Masyarakat sekitar
diberi kesempatan untuk menyewakan rumah-rumah mereka sebagai tempat
penginapan (home stay). ‘’Jika investor masuk membangun hotel atau
tempat penginapan di lokasi ini, lambat atau cepat akan mengganggu
kealamian kawasan dan masyarakatnya yang kental dengan kehidupan tradisi
dan budaya petani sayur mayur di dataran tinggi,’’ katanya.
Sejak
dilantik sebagai Bupati Bantaeng, 6 Agustus 2008, memang, H.Nurdin
Abdullah yang master agro luaran Kyushu University, Jepang tersebut,
telah membuat banyak terobosan tak hanya berkaitan dengan
peningkatan disiplin dan kinerja aparat pemerintahan, pembangunan
infrastruktur di pusat Kota Bantaeng sebagai Kota Jasa dan Pelayanan di
wilayah selatan Sulawesi Selatan. Akan tetapi juga terobosan dalam hal
meningkatkan taraf hidup khususnya masyarakat petani melalui pengelolaan
hasil usaha pertanian dengan semua subsektornya.
Hebatnya,
Nurdin Abdullah yang pernah jadi Komandan ‘Mahasiswa Internasional’ di
Jepang tersebut, ketika terpilih menjadi Bupati Bantaeng justru dapat
memanfaatkan jaringannya menjalin kerjasama dengan sejumlah investor
luar negeri dalam hal pengolahan dan pemasaraan, khususnya terhadap
produk pertanian masyarakat petani di Kabupaten Bantaeng. Di Bantaeng,
contohnya, kini sudah ada industri pengolahan ikan, rumput laut, talas,
dan pembuatan cuka dari nira dan sari lontar.
‘’Niat
paling utama saya jadi bupati, berupaya menghilangkan masyarakat miskin
di Kabupaten Bantaeng,’’ ujar pemilik PT. Maruki Internasional
tersebut. Dan, tahun 2010 kemarin inkam per kapita penduduk Kabupaten
Bantaeng sudah dapat digenjot mencapai Rp 10 juta. Atau telah mengalami
kenaikan yang cukup signifikan dibanding saat Nurdin Abdullah baru
dilantik menjadi Bupati Bantaeng, dengan inkam penduduk hanya sekitar Rp
5 juta per kapita.
Bergairahnya
masyarakat petani mengolah dan memanfaatkan setiap jengkal lahan
pertaniannya di Kabupaten Bantaeng, juga tak lepas dari kegigihan Tim
Penggerak PKK Kabupaten Bantaeng yang dipimpin Hj.Ny.Lies Nurdin,
senantiasa keluar masuk pedesaan memberikan pembinaan, bimbingan serta
bantuan yang berkaitan dengan upaya pemberdayaan dan peningkatan
kesejahteraan keluarga melalui kalangan wanita.
Salah satu hasil yang patut diacungi jempol, pihak PKK Bantaeng kini telah mampu memproduk
sejumlah makanan kemasan yang diolah dari bahan-bahan lokal hasil
pertanian di Kabupaten Bantaeng. Makanan kemasan itupun sudah menembus
penjualan di supermarket dan toko-toko swalayan di Kota Bantaeng maupun
di berbagai kota lainnya di Sulawesi Selatan, termasuk di Kota Makassar.
Di antaranya, berupa produk Dodol Rumput Laut, Dodol Jagung, Dodol
Apel, Stick Keju dll, yang rasa dan kemasannya tak kalah dengan produk
makanan kemasan produk pabrik tersohor.
Atas prakarsa Tim Penggerak PKK Bantaeng, juga di Kampung Loka Desa Bonto Marannu, Ulu Ere, sejak tahun lalu masyarakat sudah mulai mengembangkan tanaman bunga crysan atau bunga Seruni (chrysanthemum),
dari yang berbunga tunggal berwarna putih, ungu dan kuning. Termasuk
juga crysan cabang dengan bunga putih, kuning, ungu, dan merah.
Seperti
dengan produk pertanian lainnya yang dikembangkan dalam periode Bupati
Bantaeng Nurdin Abdullah, pengembangan bunga crysan tersebut sebelumnya
terlebih dahulu telah dijajaki pasarnya. Dengan harga Rp 1.500/potong,,
sudah ada tiga toko kembang di Kota Makassar yang dalam tahap awal siap
membeli masing-masing sekitar 200 potong bunga crysan setiap harinya.
Dengan
jarak hanya sekitar 123 km dari Kota Bantaeng, produk semacam bunga
crysan asal Ulu Ere masih akan segar tiba di Kota Makassar. Apalagi
bunga asal Asia Timur (Korea, Jepang, dan China) yang kini banyak
dibudidayakan serta digemari masyarakat di Amerika dan Eropa tersebut,
keawetannya berdaya tahan hingga seminggu setelah dipetik.
Jika
ke Ulu Ere, sebelum masuk wilayah outbond Loka Camp dan desa agro di
Bonto Lojong, Muntea serta Lannying, akan melewati Desa Bonto Marannu,
tempat berbagai jenis bunga bernilai ekonomis kini sedang dikembangkan
oleh penduduk setempat. Melintas di ibukota Kecamatan Ulu Ere tersebut,
kita selolah memasuki ‘Desa Bunga’ lantaran hampir semua halaman rumah
penduduk dijadikan kebun bunga. Indah dan sejuk di ketinggian sekitar
1100 dpl.
Langkah
awal, tahun ini direncanakan akan dikembangkan di Desa Bonto Marannu
sekitar 10.000-an bunga crysan, sebagai pohon induk yang dapat
menghasilkan 15 hingga 20 stek setiap pohonnya dalam masa 4 bulan.
Langkah berikutnya, dipastikan keindahan crysan di Bonto Marannu tak
hanya menarik perhatian pengunjung kawasan agro wisata. Akan tetapi juga
akan membunga-bungai hati semua penduduk Ulu Ere dan sekitarnya untuk
menanam kembang pencetak uang tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar